Juara III AnugerahCerpen Silampari 2013
oleh ; Hariani.S.Pd
Pagi ini cuaca cerah. Daun-daun di pohon bergerak-gerak dengan riangnya. Seperti pagi ini aku datang terlalu pagi. Memang jam tanganku masih menunjukkan pukul 06.15. karena hari ini tahun pelajaran baru dan hari pertama masuk mengajar, setelah beberapa minggu libur. Seperti biasa pembagian kelas pun diatur saat itu, kebetulan pada saat itu aku dipercaya menjadi wali kelas XII IPA, aku masuk kelas guna mengatur perangkat kelas dan berkenalan dengan anak-anak, karena siswa kelas XII IPA sedikit sekali maka aku harus bisa lebih dekat mengenal mereka dari dekat, sebab sewaktu kelas X dan XI aku tidak mengajar mereka.lalu aku menyebarkan pandangan pada empat puluh siswa yang duduk dihadapan ku. Pandangan siswa siswi itu pun menunggu apa yang akan diberikan oleh seorang guru yang sudah separuh baya ini. Sebelum berkenalan terlebih dahulu aku panggil mereka satu per satu untuk mengenal mereka sekaligus menghapal nama-nama mereka. Proses perkenalan pada hari pertamapun selesai.
oleh ; Hariani.S.Pd
Pagi ini cuaca cerah. Daun-daun di pohon bergerak-gerak dengan riangnya. Seperti pagi ini aku datang terlalu pagi. Memang jam tanganku masih menunjukkan pukul 06.15. karena hari ini tahun pelajaran baru dan hari pertama masuk mengajar, setelah beberapa minggu libur. Seperti biasa pembagian kelas pun diatur saat itu, kebetulan pada saat itu aku dipercaya menjadi wali kelas XII IPA, aku masuk kelas guna mengatur perangkat kelas dan berkenalan dengan anak-anak, karena siswa kelas XII IPA sedikit sekali maka aku harus bisa lebih dekat mengenal mereka dari dekat, sebab sewaktu kelas X dan XI aku tidak mengajar mereka.lalu aku menyebarkan pandangan pada empat puluh siswa yang duduk dihadapan ku. Pandangan siswa siswi itu pun menunggu apa yang akan diberikan oleh seorang guru yang sudah separuh baya ini. Sebelum berkenalan terlebih dahulu aku panggil mereka satu per satu untuk mengenal mereka sekaligus menghapal nama-nama mereka. Proses perkenalan pada hari pertamapun selesai.
Sejak itu entah
mengapa aku sangat dekat dengan anak ini bahkan lebih akrab tidak seperti anak
didiku yang lain. Apa karena dia sedikit cantik, sopan, ah entah oleh dorongan
apa aku dapat bersikap seperti ini karena aku sadar seorang guru tidak boleh
membedakan satu sama lain.
Ada kesejukan
yang menyergap relung hati ketika anak-anak beseragam abu-abu menyerbu
menghampiriku, walau hanya untuk memberi salam padaku. Memang itu sudah
kebiasaan yang rutinitas anak-anak di tempat aku mengajar ketika berpapasan
atau betemu dengan gurunya, sangat beda dibandingkan tempat aku mengajar
sebelumnya. Selain kelihatan cantik mereka juga sopan, terlebih-lebih Diva, dia
sudah aku anggap seperti anakku sendiri. Diva seperti sebutir embun yang jatuh
dihati ku, tingkah lakunya pun menyejukkan hati hingga menjalar keseluruh jiwa.
Bahkan aku berdoa semoga embun-embun itu akan jatuh, esok dan seterusnya.
Tak terasa hari-hari
yang kulalui bersama Diva begitu indah. Kami berdua tidak lagi seperti guru dan
murid tapi lebih tepatnya seperti orang tua dan anak. Diva sering kerumah mengisi kesunyian rumahku, maklum
sejak aku berpisah dengan suamiku
beberapa tahun lalu,rumahku tak ada canda ria kami berdua, karena sampai
perpisahaan itu terjadi kamipun belum
dikarunai anak. Diva lah yang menjadi penyejuk hati dikala aku sedih.
Waktu bergulir
dengan cepatnya tak terasa sudah enam bulan hari-hariku bersamanya. Diva adalah
sosok yang sangat berharga bagiku, senyum manisnya pun bisa menghiasai setiap
waktu.
Setelah selesai ujian semester
ganjil, aku pun harus bekerja ekstra untuk menghimpun nilai-nilai yang didapat
oleh siswa-siswaku untuk dimasukkan ke dalam raport, dengan semangat aku pun
mengerjakannya sambil mendengarkan lagu-lagu kesenanganku, tanganku terhenti
ketika memegang rapot Diva ,entah dorongan apa yang membuatku membalik-balikkan
setiap lembaran rapotnya, kulihat bagian depan dari rapotnya kupandangi fotonya
, matanya, hidungnya, mengingatkan aku pada
seseorang. Ah kenapa aku memikirkanya, lalu kutepiskan ingatanku kepadanya,
biar kenangan itu terkubur untuk selamanya,
Hatiku
bergetar hebat ketika kulihat biodata Diva,
dengan pelan dan hati-hati kubaca, nama orang tua: Edo Kurniawan , tempat
tanggal lahir dan pekerjaan,ah apa ini
hanya kebetulan, apa memang ia…?,
beribu bertanyaan mengitari otakku ,”apa dia anak suamiku, yang membuat kami
menjadi bercerai dulu”, kuseka air mata yang mulai membanjiri pipiku dengan
kerudung putihku.Ya Allah, kalau memang dia anak suamiku mengapa harus Diva, mengapa kauperlihatkan lagi duka di hadapanku,
mengapa ya Allah?”.ku alihkan pandangaku ke langit-langit kamarku,hampir aku
tak percaya pada semuanya ini,”Ya Allah, mengapa kau buka kembali
lembaran-lembaran hitam yang sudah lama aku kubur dalam-dalam, mengapa duka itu
kembali menganga melalui Diva”. Akhirnya aku sadar, aku tidak memiliki daya
upaya, aku hanya mampu berdoa, kuatkanlah aku yang Allah dalam mengahadapi
semua ini.
Pada
hari sabtu, tepatnya tanggal 16 juni, perpisahaan anak kelas XII pun
diselenggarakan, anak laki-laki kelihatan ganteng dan bersahaja dengan jas
hitamnya, tak kalah cantiknya anak-anak putrinya pun sangat cantik- cantik
dengan busana kebayanya. Dari kejauhan kupandangi anak-anak yang berdatangan
dengan kedua orang tuanya, ada bercanda ria, ada yang jalan tersipu malu dengan
kebayanya, satu persatu anak dan orang tua wali murid pun hadir. Kulihat
disekitarku sepertinya belum tampak Diva dan orang tuanya, tapi aku berdoa dan
berharap,bukan Edo yang aku kenal dahulu , yang pernah mengisi kehidupanku,” bu,
apa kabar,” seorang laki-laki menegurku,lalu aku menoleh ke suara itu. Daaar bagai disambar petir, wajahku merah.
Aku diam terkaku ketika kulihat di hadapanku berdiri seorang laki-laki yang
sudah kelihatan sangat tua ,”bu ini ayah”, Diva berkata, mengagetkan lamunanku,”
apa kabar bu?” Edo menegurku, “alhamdulillah
baik jawabku,” sila kan masuk”, suaraku terbata-bata. Seketika wajahku pucat. Kepalaku
terasa pusing, lalu aku pamitan dengan teman sejawatku, Dartini. Aku katakan
bahwa aku kurang sehat, dengan langkah gontai
aku pulang ke rumah. Sesampai di
rumah aku sandarkan tubuhku di kursi malas,yang selalu menemaniku saat aku
istirahat, Ah, kenapa rasa itu masih ada, kenapa jantungku berdetak ketika
kutatap wajahnya, lalu kucoba untuk mengais-ngais sisa kenangan yang tercecer diantara
rerumputan yang tertimbun daun-daun kering yang luruh di terbangkan angin dan
terperangkap tak bisa kembali lagi.
Kring ponselku berbunyi, membuyarkan lamunanku, lalu
kubuka dan kubaca SMS masuk, bu,”Bu, ibu dimana, aku cari di mana-mana Ibu
tidak ada, O ya Bu jika aku ada salah
kata dan perbuatanku selama ini, aku minta maaf Bu, mungkin aku akan kuliah di jawa Bu, dari Diva, lalu
kututup ponselku tanpa memberi jawaban, aku hanya bergumam, kamu tidak salah
tapi keadaanlah yang membuat Ibu berubah, selamat jalan anakku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar