Pages

Labels

Diberdayakan oleh Blogger.

Rabu, 04 Desember 2013

Mengais Sisa Kenangan

Juara III AnugerahCerpen Silampari 2013
oleh ; Hariani.S.Pd
Pagi ini cuaca cerah. Daun-daun di pohon bergerak-gerak dengan riangnya. Seperti pagi ini aku datang terlalu pagi. Memang jam tanganku masih menunjukkan pukul 06.15. karena hari ini tahun pelajaran baru dan hari pertama masuk mengajar, setelah beberapa minggu libur. Seperti biasa pembagian kelas pun diatur  saat itu, kebetulan pada saat itu aku dipercaya menjadi wali kelas XII  IPA, aku masuk kelas guna mengatur perangkat kelas dan berkenalan dengan anak-anak, karena siswa kelas XII IPA sedikit sekali maka aku harus bisa lebih dekat  mengenal mereka dari dekat, sebab sewaktu kelas X dan XI aku tidak mengajar mereka.lalu aku menyebarkan pandangan pada empat puluh siswa yang duduk dihadapan ku. Pandangan siswa siswi itu pun menunggu apa yang akan diberikan oleh seorang guru yang sudah separuh baya ini. Sebelum berkenalan terlebih dahulu aku panggil mereka satu per satu untuk mengenal mereka sekaligus menghapal nama-nama mereka. Proses perkenalan pada hari pertamapun selesai.
Di hari berikutnya di tengah kesibukanku untuk menyiapkan pembelajaran  yang akan aku ajarkan  di ruang guru, ada anak mengahmpiriku, Diva namanya, “Bu, kira-kira apa saja yang akan kita beli untuk keperluan kelas kita”, dengan sopan ia berkata, memang Diva di tugaskan sebagai bendahara kelas, karena aku yakin anak ini baik, jujur dan sopan, agak sedikit beda   dengan anak-anak yang lain.
Sejak itu entah mengapa aku sangat dekat dengan anak ini bahkan lebih akrab tidak seperti anak didiku yang lain. Apa karena dia sedikit cantik, sopan, ah entah oleh dorongan apa aku dapat bersikap seperti ini karena aku sadar seorang guru tidak boleh membedakan satu sama lain.
Ada kesejukan yang menyergap relung hati ketika anak-anak beseragam abu-abu menyerbu menghampiriku, walau hanya untuk memberi salam padaku. Memang itu sudah kebiasaan yang rutinitas anak-anak di tempat aku mengajar ketika berpapasan atau betemu dengan gurunya, sangat beda dibandingkan tempat aku mengajar sebelumnya. Selain kelihatan cantik mereka juga sopan, terlebih-lebih Diva, dia sudah aku anggap seperti anakku sendiri. Diva seperti sebutir embun yang jatuh dihati ku, tingkah lakunya pun menyejukkan hati hingga menjalar keseluruh jiwa. Bahkan aku berdoa semoga embun-embun itu akan jatuh, esok dan seterusnya.
Tak terasa hari-hari yang kulalui bersama Diva begitu indah. Kami berdua tidak lagi seperti guru dan murid tapi lebih tepatnya seperti orang tua dan anak. Diva sering  kerumah mengisi kesunyian rumahku, maklum sejak aku berpisah dengan suamiku  beberapa tahun lalu,rumahku tak ada canda ria kami berdua, karena sampai perpisahaan itu terjadi  kamipun belum dikarunai anak. Diva lah yang menjadi penyejuk hati dikala aku sedih.
Waktu bergulir dengan cepatnya tak terasa sudah enam bulan hari-hariku bersamanya. Diva adalah sosok yang sangat berharga bagiku, senyum manisnya pun bisa menghiasai setiap waktu.
Setelah selesai ujian semester ganjil, aku pun harus bekerja ekstra untuk menghimpun nilai-nilai yang didapat oleh siswa-siswaku untuk dimasukkan ke dalam raport, dengan semangat aku pun mengerjakannya sambil mendengarkan lagu-lagu kesenanganku, tanganku terhenti ketika memegang rapot Diva ,entah dorongan apa yang membuatku membalik-balikkan setiap lembaran rapotnya, kulihat bagian depan dari rapotnya kupandangi fotonya , matanya, hidungnya, mengingatkan aku  pada seseorang. Ah kenapa aku memikirkanya, lalu kutepiskan ingatanku kepadanya, biar kenangan itu terkubur untuk selamanya,
            Hatiku bergetar hebat ketika kulihat biodata  Diva, dengan pelan dan hati-hati kubaca, nama orang tua: Edo Kurniawan , tempat tanggal lahir dan pekerjaan,ah apa ini hanya kebetulan, apa memang ia…?, beribu bertanyaan mengitari otakku ,”apa dia anak suamiku, yang membuat kami menjadi bercerai dulu”, kuseka air mata yang mulai membanjiri pipiku dengan kerudung putihku.Ya Allah, kalau memang dia  anak suamiku mengapa harus  Diva, mengapa kauperlihatkan lagi duka di hadapanku, mengapa ya Allah?”.ku alihkan pandangaku ke langit-langit kamarku,hampir aku tak percaya pada semuanya ini,”Ya Allah, mengapa kau buka kembali lembaran-lembaran hitam yang sudah lama aku kubur dalam-dalam, mengapa duka itu kembali menganga melalui Diva”. Akhirnya aku sadar, aku tidak memiliki daya upaya, aku hanya mampu berdoa, kuatkanlah aku yang Allah dalam mengahadapi semua ini.  
            Pada hari sabtu, tepatnya tanggal 16 juni, perpisahaan anak kelas XII pun diselenggarakan, anak laki-laki kelihatan ganteng dan bersahaja dengan jas hitamnya, tak kalah cantiknya anak-anak putrinya pun sangat cantik- cantik dengan busana kebayanya. Dari kejauhan kupandangi anak-anak yang berdatangan dengan kedua orang tuanya, ada bercanda ria, ada yang jalan tersipu malu dengan kebayanya, satu persatu anak dan orang tua wali murid pun hadir. Kulihat disekitarku sepertinya belum tampak Diva dan orang tuanya, tapi aku berdoa dan berharap,bukan Edo yang aku kenal dahulu , yang pernah mengisi kehidupanku,” bu, apa kabar,” seorang laki-laki menegurku,lalu aku menoleh ke suara itu. Daaar bagai disambar petir, wajahku merah. Aku diam terkaku ketika kulihat di hadapanku berdiri seorang laki-laki yang sudah kelihatan sangat tua ,”bu ini ayah”, Diva berkata, mengagetkan lamunanku,” apa kabar bu?” Edo  menegurku, “alhamdulillah baik jawabku,” sila kan masuk”, suaraku terbata-bata. Seketika wajahku pucat. Kepalaku terasa pusing, lalu aku pamitan dengan teman sejawatku, Dartini. Aku katakan bahwa aku kurang sehat, dengan langkah gontai  aku pulang ke rumah.  Sesampai di rumah aku sandarkan tubuhku di kursi malas,yang selalu menemaniku saat aku istirahat, Ah, kenapa rasa itu masih ada, kenapa jantungku berdetak ketika kutatap wajahnya, lalu kucoba untuk mengais-ngais sisa kenangan yang tercecer diantara rerumputan yang tertimbun daun-daun kering yang luruh di terbangkan angin dan terperangkap tak bisa kembali lagi.
            Kring  ponselku berbunyi, membuyarkan lamunanku, lalu kubuka dan kubaca SMS masuk, bu,”Bu, ibu dimana, aku cari di mana-mana Ibu tidak ada,  O ya Bu jika aku ada salah kata dan perbuatanku selama ini, aku minta maaf Bu, mungkin aku  akan kuliah di jawa Bu, dari Diva, lalu kututup ponselku tanpa memberi jawaban, aku hanya bergumam, kamu tidak salah tapi keadaanlah yang membuat Ibu berubah, selamat jalan anakku.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Recent Comment